Halaman

Kamis, 16 Januari 2014

Analisis Pelanggaran Hukum yang diawali Pelanggaran Etika



Etika atau ethikos dalam bahasa yunani secara harfiah berarti timbul dari kebiasaan adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika tidak bisa dilepaska dari kehidupan manusia karena etika berasal dari keterikatan manusia dengan lingkungannya dimana keterikatan tersebut tampak pada kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dengan perilaku yang bersifat etis yang dimilikinya. Perilaku etis manusia itulah yang mendasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang baik dan buruk dalam kehidupannya. 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998) merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut:
  • Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
  • Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
  • Nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Menurut Profesor Robert Saloman, Etika dapat dikelompokkan menjadi dua definisi yaitu:
  • Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia sebagai individu yang beretika.
  • Etika merupakan hukum sosial. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta membatasi perilaku manusia.
Etika sebagai sebuah nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku di dalam kehidupan kelompok tersebut, tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan tidak etis. Tindakan tidak etis yang dimaksudkan di sini adalah tindakan melanggar etika yang berlaku dalam lingkungan kehidupan tersebut. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan tidak etis dalam sebuah perusahaan menurut Jan Hoesada (2002) adalah:
·         Kebutuhan Individu
Kebutuhan individu merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindakan-tindakan tidak etis. Contohnya, seseorang bisa saja melakukan korupsi untuk mencapai kebutuhan pribadi dalam kehidupannya. Sebuah keinginan yang tidak terpenuhi itulah yang memancing individu melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis.
·         Tidak ada pedoman
Tindakan tidak etis bisa saja muncul karena tidak adanya pedoman atau prosedur-prosedur yang baku tentang bagaimana melakukan sesuatu.
·         Perilaku dan kebiasaan individu
Tindakan tidak etis juga bisa muncul karena perilaku dan kebiasaan individu, tanpa memperhatikan faktor lingkungan di mana individu tersebut berada.
·         Lingkunga tidak etis
Suatu lingkungan dapat mempengaruhi orang lain yang berada dalam lingkungan tersebut untuk melakukan hal serupa. Lingkungan tidak etis ini terkait pada teori psikologi sosial, di mana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok.
·         Perilaku atasan
Jika atasan yang terbiasa melakukan tindakan tidak etis, dapat mempengaruhi orang-orang yang berada dalam lingkup pekerjaannya untuk melakukan hal serupa. Hal itu terjadi karena dalam kehidupan sosial sering kali berlaku pedoman tidak tertulis bahwa apa yang dilakukan atasan akan menjadi contoh bagi anak buahnya.
Dalam kenyataan di masyarakat kegiatan pelanggaran etika yang terjadi juga mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum. Salah satu contoh kasus pelanggaran hukum yang diawali oleh pelanggaran etika bisa kita lihat dalam kasus mantan ketua mahkamah konstitusi Akil Mochtar. Berikut ini adalah kutipan berita yang diambil dari situs pikiran rakyat."

Contoh Kasus :

-Kasus 1
Pencucian Uang, Seratusan Lebih Aset Wawan akan Disita KPK

Jakarta - KPK memang belum melakukan penyitaan terhadap aset-aset milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Namun kabarnya, aset milik Wawan yang akan disita KPK jumlahnya lebih dari seratus.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, Rabu (15/1/2014) ada setidaknya 150 item aset milik Wawan yang diduga didapatkan dari dana hasil korupsi. Aset-aset itu berasal dari perolehan dalam kurun waktu 2002-2013.

KPK menerapkan Pasal UU Pencucian Uang no 8 Tahun 2010 dan juga versi lama dari undang-undang ini yakni UU no 15 Tahun 2002. Lembaga antikorupsi ini akan menggunakan undang-undang pencucian uang yang lama sebagai dasar hukum untuk melakukan sita untuk aset yang diperoleh dari 2002-2010.

"Kita duga, harta atau aset TCW sebelum tahun 2010, diperoleh dari hasil korupsi," ujar Jubir KPK Johan Budi di kantornya, Jl Rasuna Said, Jaksel, Rabu (15/1/2013).
Namun Johan mengatakan penyidik sampai saat ini belum melakukan penyitaan terhadap aset Wawan.

Tim tengah melakukan penelaahan terlebih dahulu terhadap asal-usul aset tersebut.
"Sampai Senin kemarin, belum ada penyitaan. Tim masih melakukan penelaahan," kata Johan.
Ini bukan kali pertama KPK menerapkan undang-undang pencucian uang yang lama. Di kasus Irjen Djoko Susilo misalnya, KPK menerapkan cara yang sama dan akhirnya dapat membuktikan bahwa harta jenderal bintang dua itu, hasil perolehan dari 2012-2002 terbukti berasal dari korupsi.
Harta-harta itu pun disita. Vonis ini diketok oleh PN Tipikor dan diperkuat oleh PT DKI.

Analisis:
Diduga melakukan pencucian uang , kurang lebih 150 item asset milik wawan yang diduga didapatkan dari dana hasil korupsi akan segera disita oleh KPK. KPK menerapkan Pasal UU Pencucian Uang no 8 Tahun 2010 dan juga versi lama dari undang-undang ini yakni UU no 15 Tahun 2002. Lembaga antikorupsi ini akan menggunakan undang-undang pencucian uang yang lama sebagai dasar hukum untuk melakukan sita untuk aset yang diperoleh dari 2002-2010.

-Kasus 2:
Dicekalnya Ratu Atut oleh KPK, Bukti Penyimpangan Dari Politik Dinasti 
 
Jakarta - Buntut dari dugaan kasus suap Ketua Mahkamah Konsitutsi (MK) Akil Mochar dalam Pilkada Lebak, merebak ke politik dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Kasus ini dinilai sebagai bukti buruknya praktek politik dinasti.

"Masalah yang paling akut yang dihasilkan oleh politik dinasti ini adalah realitas adanya pelanggaran etika pemerintahan, penyimpangan APBD, dan management organisasi," kata pengamat politik LIPI Siti Zuhro saat berbincang, Minggu (13/10/2013).

"Dugaan korupsi adik Ratu atut dan dicekalnya Ratut Atut oleh KPK menjadi bukti jelas adanya pelanggaran dan penyimpangan itu," imbuhnya.

Menurutnya, demokrasi yang sehat dan beradab tidak akan memberikan peluang pada tumbuh dan berkembangnya politik dinasti. "Politik dinasti akan menjadi kanker ganas yang menggoroti demokrasi," ujarnya.

Siti memaparkan politik dinasti memiliki beberapa dampak negatif lain, selain penyelewengan APBD. Pertama, politik dinasti membuat birokrasi tidak akomodatif, tidak transparan dan tidak akuntabel. Sementara demokrasi mensyaratkan birokrasi yang bersih dan melayani, selain juga efektif dan efisien.

"Kedua, semakin kuat bangunan politik dinasti, akan semakin terhambat proses demokratisasi di daerah-daerah. Demokrasi tersandera oleh praktek politik dinasti," ujar Siti.

Ketiga, implikasi negatif dari politik dinasti adalah kinerja pemda yang tidak maksimal untuk kebutuhan rakyat. Program-program kurang berpihak pada rakyat karena politik dinasti cenderung berpihak pada kepentingan sendiri dan menjaga kesinambungannya kekuasaannya.

"Keempat, semakin kokoh bangunan suatu dinasti politik, maka akan semakin kecil pula peluang bagi warga masyarakat untuk mendapat kesempatan ikut serta berkompetisi, meskipun ini di era sistem demokrasi," kritik Siti.

"Mengapa, karena peluang itu sudah ditutup rapat-rapat, dan tidak memberikan celah bagi yang lain untuk turut mengisi jabatan-jabatan publik. Sirkulasi elite hanya berlangsung diantara mereka sendiri di dalam politik dinaasti itu," imbuhnya.

Analisis:
Kasus suap Ketua Mahkamah Konsitutsi (MK) Akil Mochar dalam Pilkada Lebak, merebak ke politik dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Kasus ini dinilai sebagai bukti buruknya praktek politik dinasti. Dugaan korupsi adik Ratu atut dan dicekalnya Ratut Atut oleh KPK menjadi bukti jelas adanya pelanggaran dan penyimpangan di dinasti gubernur banten ini. Dan saat ini kasus itu telah ditangani dan terus diselidiki oleh KPK.



-Kasus 3
Melanggar Kode Etik, Dua Hakim Kasus Bioremediasi Dilaporkan ke Komisi Yudisial
 JAKARTA – Diduga melanggar kode etik selama menangani perkara di pengadilan, dua hakim dalam kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yakni Sudharmawatiningsih dan Antonius Widijantono pada Kamis, 7 November 2013 dilaporkan ke Komisi Yudisial.   
 Hakim Sudharmawatiningsih dan Hakim Antonius, keduanya adalah hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diduga telah melanggar kode etik perilaku hakim saat menangani perkara Endah Rumbiyanti terkait proyek bioremediasi PT CPI.
 Laporan ke Komisi Yudisial itu, disampaikan oleh tiga penasehat hukum Endah Rumbiyanti, yang dipimpin Lelyana Santosa. Menurutnya, selama persidangan kasus bioremediasi berlangsung, tampak perilaku kedua hakim ini jelas-jelas bertentangan dengan sikap dan perilaku hakim yang seharusnya.
 Para terlapor (Sudharmawatiningsih dan Antonius, red), ujarnya, diadukan ke Komisi Yudisial karena dinilai telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No. 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan pada 27 September 2012 (Panduan 2012).
 “Ada paling tidak empat dugaan pelanggaran atas Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atayu “Panduan 2012” yang dilakukan oleh hakim Sudharmawatiningsih dalam menangani kasus klien kami,” jelas Lelyana usai melapor ke Komisi Yudisial.
 Pertama, hakim Sudharmawatiningsih telah melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kesan memihak, berprasangka dan menyudutkan saksi-saksi dan ahli-ahli yang keterangannya menguntungkan terdakwa, sehingga keterangan para saksi dan ahli tidak dapat diberikan secara bebas di hadapan persidangan. Kedua, kata Lelyana, beberapa kali hakim Sudharmawatiningsih menunjukkan sikap berprasangka atas salah satu pihak dan atas fakta perkara saat pemeriksaan saksi serta ahli dalam kasus bioremediasi.
Yang ketiga, lanjutnya, selama memimpin persidangan kasus bioremediasi, Sudharmawatiningsih menunjukkan sikap yang angkuh, tidak rendah hati, dan tidak menghargai pendapat yang diberikan oleh ahli yang diajukan terdakwa Endah Rumbiyanti di dalam persidangan.
 “Keempat, hakim Sudharwatiningsih tidak mempunyai tekat untuk melaksanakan pekerjaannya dengan kesungguhan. Sehingga berakibat pada mutu pekerjaan, yaitu putusan yang tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, bahkan bertentangan dengan peraturan perundangan tentang isi putusan,” imbuh Lelyana.
 Sementara terkait laporannya soal hakim Antonius Widijantono, Lelyana Santosa menjelaskan bahwa patut diduga hakim Antonius melakukan pelanggaran kode etik perilaku hakim. Yaitu bersikap tidak arif dan menyudutkan saksi saat sedang berupaya menjawab pertanyaan, agar jawaban yang terlontar dari saksi sesuai dengan yang diinginkannya.
 “Dalam laporan ke Komisi Yudisial, kami menguraikan secara jelas dan kongkrit disertai bukti-bukti tentang perilaku kedua hakim ini, dalam laporan setebal 17 halaman. Masyarakat perlu mendapat edukasi yang benar tentang proses hukum, bahwa hak-hak mereka di depan hukum ada dan harus dihormati oleh siapapun,” lanjut Lelyana lagi.
 Dalam laporannya, tim penasehat hukum Endah Rumbiyanti pun meminta Komisi Yudisial untuk melakukan investigasi, atas dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kedua hakim itu, serta menjatuhkan sanksi terhadap keduanya, atau memberikan tindakan-tindakan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
 “Tindakan kedua hakim itu selama mengadili kasus bioremediasi atas terdakwa Endah Rumbiyanti, telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” pungkasnya.
 Analisis :
Ditemukannya beberapa dugaan pelanggaran kode etik dan prinsip profesi hakim  yang telah dilakukan oleh kedua hakim Tipikor  di Pengadilan Negri yaitu Hakim Sudharmawatiningsih dan Hakim Antonius yang dilaporkan oleh Endah Rumbiyanti kepada Komisi Yudisial adalah hal yang tepat dalam hal ini. Apabila dugaan atas kesalahannya yang berupa menimbulkan kesan memihak, berprasangka dan menyudutkan saksi-saksi dan ahli-ahli yang keterangannya menguntungkan terdakwa, sehingga keterangan para saksi dan ahli tidak dapat diberikan secara bebas di hadapan persidangan, menunjukkan sikap yang angkuh, tidak rendah hati, dan tidak menghargai pendapat yang diberikan oleh ahli yang diajukan terdakwa Endah Rumbiyanti di dalam persidangan serta tidak mempunyai tekat untuk melaksanakan pekerjaannya dengan kesungguhan. Sehingga berakibat pada mutu pekerjaan, yaitu putusan yang tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, bahkan bertentangan dengan peraturan perundangan tentang isi putusan maka jelas bahwa kedua hakim tersebut telah melanggar beberapa Prinsip Etika Profesi Hakim berdasarkan peraturan Komisi Yudisial karena dinilai telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No. 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan pada 27 September 2012 (Panduan 2012) dan wajib diberikan hukuman.

SUMBER:




look it :D